Persidangan Agung Pembelaan Baitul Maqdis (6/tamat)

 
  Shofwan Karim dan Isteri di Murdoch University Aussie, 7 Nov 2016. 

 Persidangan Agung Pembelaan Baitulmaqdis (6/tamat): Membantu Palestina Lebih dari Masa Lalu 

Oleh Shofwan Karim 

 Di ujung persidangan yang berlangsung dua hari penuh, setelah dibahas secara amat serius dan bersemangat maka dibacakan Deklarasi Al-Quds. Di dalam pokok pikiran deklarasi pada intinya meminta semua kekuatan di dunia yang menjunjung tinggi demokrasi, keadilan dan hak-hak asasi manusia untuk mengembalikan hak-hak rakyat Pelestina secara menyeluruh dan meminta Israel menarik diri. Dinyatakan pula dalam deklarasi ini hak-hak keagamaan yang dulu dimiliki semua agama di Palestina supaya kembali seperti semula dapat menjalanknnya secara bebas., tanpa tekanan dan gangguan secara mutlak. 

 Pada sesi akhir ini juga disyahkan kembali Piagam atau Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADRT) eksistensi dan keberlanjutan badan atau institusi yang disebut General Conference for the Support of Al-Quds (GCSA)) atau Persidangan Agung Pembelaan Baitulmaqdis. Di situ dikukuhkan kembali nama, tujuan, metoda kerja, keanggotan konferensi (GCSA), keuangan serta struktur organisasi. Yang terdiri atas Persidangan Umum (Agung); Secretariat, Badan Eksekutif, Komite Penasihat dan Komite Regional dan Local. 

 Perdana Global Peace yang menjadi Event Organizer dari Persidangan Agung ini kembali menghadirkan mantan PM Malaysia Tun Dr. Mahathir Mohammad untuk menutup persidangan pembelaan Baitulmaqdis ini. Hal itu dapat ditafsirkan sekaligus menunjukkan betapa pentingnya persidangan agung ini. Mahathir yang membukanya adalah pemimpin dunia terkemuka sampai sekarang. Yang menutupnya juga tokoh ini. Mahathir terkenal amat vokal terhadap Barat termasuk ketika meluruskan dan menegakkan informasi yang shahih tentang Islam di saat pemimpin-pemimpin lainnya ragu-ragu. Mahathir yang kini sudah berusia 85 tahun itu kelihatan cerah dan tampil amat purna. sehat dan awet. 

Berbicara dengan lancar, tepat dan tegas terhadap isyu Baitulmaqdis secara khusus dan Palestina secara umum. Mahathir mendasari setiap pembicaraannya kepada stabilitas, keadilan dan hak Al-Quds dan Palestina. Pada pidatonya Mahathir menyindir bahwa kita hidup di dunia yang hanya sebagian saja berperadaban. Bagian yang lain adalah dunia yang hipokrit. Misalnya penggunaan kata “war” atau perang dan “crime” atau criminal. 

Kita masih percaya bahwa cara untuk menyelesaikan konflik antar bangsa adalah dengan pembunuhan yang kita sebut “war” (perang). Yang dianggap pemenang perang adalah yang paling banyak melakukan pembunuhan manusia lawannya. Padahal kita selalu mendeklarasikan bahwa mematikan orang adalah pembunuhan, dan itu adalah tindakan criminal yang selalu dikecam. Kita menjadi orang-orang munafik yang terang-terangan. Pembunuhan massal yang biasa disebut perang adalah suatu kemenangan yang membanggakan, sementara membunuh satu orang dianggap tindakan krimnal yang keji. Ini berarti ada kesalahan cara kita berfikir, kata Mahathir. 

Mestinya pembunuhan satu orang kalau dilakukan karena mempertahankan diri dapat dimaafkan, tetapi tidak ada satu maaf pun terhadap aggressor yang membunuh manusia di satu wilayah . Pada bagian sebelumnya Mahathir banyak menyinggung negara-negara yang paling vokal meneriakkan keadilan, demokrasi dan hak asasi manusia tetapi berprilaku hipokrit (munafik) ketika hal itu bertentangan dengan kepentingannya. Apabila pada pembukaan Mahathir mengarahkan orasinya kepada pihak lain tetapi pada penutupan adalah sebaliknya, pembicaraannya lebih kepada auto kritik.

 Mahathir banyak meminta perhatian faksi-faksi yang ada di dalam Palestina sendiri, negara-negara Timur Tengah lainnya di sekitar Palestina, termasuk umat Islam yang kini merupakan seperempat jumlah penduduk dunia atau 1,5 milyar dari 6 milyar warga Planet Bumi sekarang ini. Begitu pula kepada tokoh dan pejuang demokrasi, keadilan HAM serta secara umum kepada kaum Muslimin dan masyarakat Kristiani serta kaum Yahudi yang di luar pendukung idelogi Zionisme lainnya, Mahathir berseru: berikanlah perhatian dan bantuannya terhadap Palestina lebih dari pada masa lalu. **** ( Kualalumpur, Juli 2015)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shannon dan Yelly Setelah 40 Tahun

Reuni CWY-PPIK-PCMI 1982-1983, Bali, 5-7 Agustus 2022. Abadi dalam Memori dan Persahabatn

Dr. Romeo Rissal Panji Alam, Founder of Global Corp and Founder of AAAWS