Cuaca dan Salju Sebab Utama Tunda Terbang

Setelah 29 tahun ke Canada (1):

Cuaca dan Salju Sebab Utama Tunda Terbang

Oleh Shofwan Karim

Setelah terbang 18 jam 30 menit dari Jakarta, ditambah transit 2 jam di Hongkong, pada pukul 19.30, Sabtu 14/12 kemarin, saya bersama 2 orang  pejabat dari Kemenpora RI mendarat di Toronto Lester B. Pearson International Airport, Canada. 

Bandara yang diresmikan 28 Februari 1964 oleh Perdana Menteri Kanada ke-14, yang kemudian namanya diabadikan untuk Air Port ini, menyambut kami bersama derasnya hujan salju. Perbedaan waktu 12 jam, Jakarta lebih dulu dari pada Toronto. Sebagai kebiasaan, kali ini saya ingin memenuhi  janji dengan Harian Singgalang, menulis catatan perjalanan.

Ada 3 terminal yang terus diperbaharui. Paling anyar adalah pembaruan Terminal 1 tahun 2004. Jauh lebih moderen dari pada yang saya amati dibandingkan 1984. Pada tahun itu saya pertama kali terbang dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng ke Canada dan turun di Bandara Toronto ini. Padahal 1980 dan 1982 saya terbang dari  Kemayoran Jakarta dan turun di Calgary dan Saskatoon, Canada. Tentu setelah transit di berbagai Air Port di Asia dan Jepang, waktu itu. Sekarang terminal 1 Bandara Toronto dianggap yang terbaik di Amerika Utara. Tentu saja terasa mencolok dibandingkan Soekarno-Hatta sekarang.

Kami harus keluar imigrasi dan ganti pesawat ke Montreal. Entah kenapa pada passport salah seorang kami tak ada stempel tanggal kedatangannya. Padahal lembaran visa sudah dicontreng. Akibatnya teman yang satu itu diminta kembali ke desk imigrasi kedatangan. Saya dan teman yang satu lagi sudah sampai di ruang check in keberangkatan ke Montreal. Untung 10 menit akan boarding lagi urusan teman itu selesai dan kami tepat waktu masuk ke perut pesawat.

Saya lihat di balik kaca jendela luar pesawat Air Canada Express  salju turun bak gumpalan kapas putih bagai semburan dari langit yang amat hebat. Hati berdetak kuat, mengapa pesawat yang mesinnya  berderu keras itu tidak jalan. Rupanya setiap meter lapangan  terbang ini sedang menjadi lautan salju di mana-mana.

Tampaknya manajemen AirPort sedang mengerahkan 5 buah mobil traller pembersih salju. Semuanya barusan selesai mendorong salju tebal sepanjang taxi runaway jalur terbang. Lalu mendekat ke sekitar pesawat. Baru setelah itu pesawat mundur dan kemudian berbelok ke runaway, saya pikir sudah akan terbang. Ternyata ketika tiba dimulut masuk runaway, datang lagi traller seperti pemanjat tiang tingginya listrik yang berbelalai panjang.

Di jalan ke Gate Masuk Bandara Montreal, Quebec,  Canada, Winter, Desember. (Photo: SK)
Rupanya traller ini membersihkan badan dan sayap pesawat sampai licin. Barulah pukul 1. 30  dini hari pesawat yang kami tumpang tinggal landas. Itu artinya terlambat dari jadwal lebih 3.30 jam.

Keadaan itu  menjadi lebih parah pada pagi hari 15 Desember. Setelah beberapa jam di Best Western Plus Hotel Bandara Montreal, kami akan terbang lagi ke Halifax.  Bila dari Toronto ke Montreal waktu terbang hanya 40 menit, maka berikut ini kami akan terbang 1.30 jam atau 90 menit.

Truro, Naova Scotia, Canada, Winter (Photo: SK)




Apa yang terjadi. Ketika kami akan check in pada Penerbangan Airporter Canada ke Halifax,  Provinsi Nova Scotia,  wajah muram wanita muda itu memelas . Katanya, maaf, ada  2 penerbangan sebelum pukul 9.50,  jadwal kami tidak berangkat karena  salju tebal dan cuaca buruk. Kemungkinan penerbangan   kami tertunda lama. Bila cuaca dan salju bersahabat akan berangkat pukul 21.10 malam ini. Tetapi tidak ada jaminan. Kata petugas konter itu, sebaiknya tanyakan ke konter ya tiap1 atau 2 jam.

Tampaknya cuaca winter yang minus di bawah nol, salju tebal dan pemandangan ke setiap arah hanya putih-temaram berharga amat mahal. Harga yang bukan saja tidak diingini tetapi bisa membuat orang prustrasi. Kalau harga mahal bisa dibeli, dan orang dapat bergerak leluasa bepergian, masih lumayan.

Akan tetapi di Amerika Utara keadaan itu mengecewakan. Kalau tidak begitu penting, orang tidak akan keluar rumah. Di rumah saja ongkos hidup bisa 2 kali lipat dibandingkan di luar musim winter. Teman saya dari Seattle, Amerika Serikat bahkan mengatakan,  biaya hidupnya pada sepanjang  3 bulan musim dingin ini lebih besar dari pada biaya hidupnya setahun di Indonesia. Karena itu teman saya pensiunan muda Pabrik Pesawat Boeing ini menghabiskan waktunya selama musim dingin itu setiap tahun di Indonesia atau negeri tropis lainnya di Asia.


Charlotte Town, Prince Edward Island, Canada, Winter. (Photo: SK)

Setiap orang akan bertanya  tentang cuaca. Biaya pemanas udara lebih mahal daripada biaya lainnya. Begitu pula bahan enerji lain untuk semua jenis darat, laut, sungai dan danau lebih-lebih lagi udara. Seperti tergambar dari sekuen tulisan awal ini tadi, mesin hidup tetapi pesawat tidak bisa terbang. *** ( Bersambung).













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shannon dan Yelly Setelah 40 Tahun

Reuni CWY-PPIK-PCMI 1982-1983, Bali, 5-7 Agustus 2022. Abadi dalam Memori dan Persahabatn

Dr. Romeo Rissal Panji Alam, Founder of Global Corp and Founder of AAAWS